Nama lengkapnya adalah Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Beliau lahir di kota
Baghdad pada
bulan rabi'ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi
dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab beliau yaitu Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hajyan bin Abdullah bin Anas bin
Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahal Tsa'labah bin akabah bin Sha'ab
bin Ali bin bakar bin Muhammad bin Wail bin Qasith bin Afshy bin Damy bin
Jadlah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jadi beliau serumpun
dengan Nabi karena yang menurunkan Nabi adalah Muzhar bin Nizar.Menurut sejarah
beliau lebih dikenal dengan Ibnu Hanbal (nisbah bagi kakeknya).
Dan setelah mempunyai beberapa
orang putra yang diantaranya bernama Abdullah, beliau lebih sering dipanggil
Abu Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan madzabnya, maka kaum muslimin lebih
menyebutnya sebagai madzab Hanbali dan sama sekali tidak menisbahkannya dengan
kunyah tersebut.
Sejak kecil, Imam Ahmad kendati
dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah
beliau mampu menjadi manusia yang teramat cinta pada ilmu, kebaikan dan
kebenaran. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu
tidak pernah berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah menjadi imam, pekerjaan
menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti.
Melihat hal tersebut, ada orang bertanya, Sampai kapan engkau berhenti dari
mencari ilmu, padahal engkau sekarang sudah mencapai kedudukan yang tinggi dan
telah pula menjadi imam bagi kaum muslimin ? Maka beliau menjawab, Beserta
tinta sampai liang lahat.
Beliau menuntut ilmu dari banyak
guru yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari kalangan ahli hadits
adalah Yahya bin Sa'id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun,
sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqh adalah
Waki' bin Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi'i dan Abu Yusuf (sahabat Abu
Hanifah ) dll. dalam ilmu hadits, beliau mampu menghafal sejuta hadits bersama
sanad dan hal ikhwal perawinya.
Meskipun Imam Ahmad seorang yang
kekurangan, namun beliau sangat memelihara kehormatan dirinya. Bahkan dalam
keadaan tersebut, beliau senantiasa berusaha menolong dan tangannya selalu di
atas. Beliau tidak pernah gusar hatinya untuk mendermakan sesuatu yang dimiliki
satu-satunya pada hari itu. Disamping itu, beliau terkenal sebagai seorang yang
zuhud dn wara''. Bersih hatinya dari segala macam pengaruh kebendaan serta
menyibukkan diri dengan dzikir dan membaca Al Qur'an atau menghabiskn seluruh
usianya untuk membersihkan agama dan mengikisnya dari kotoran-kotoran bid'ah
dan pikiran-pikiran yang sesat.
Salah satu karya besar beliau
adalah Al Musnad yang memuat empat puluh ribu hadits. Disamping beliau
mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits shahih dan layak dijadikan hujjah,
karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli hadits. Selain
al Musnad karya beliau yang lain adalah : Tafsir al Qur'an, An Nasikh wa al
Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur'an, Jawabat al Qur'an, At Tarih,
Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha'atu Rasul, Al 'Ilal, Al Wara'
dan Ash Shalah.
Ujian dan tantangan yang dihadapi
Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau paham-paham Mu''tazilah yang
sudah merasuk di kalangan penguasa, tepatnya di masa al Makmun dengan idenya
atas kemakhlukan al Qur'an. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan bahaya yang segera
menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan pendirian dan mematahkan
hujjah kaum Mu'tazilah serta mengingatkan akan bahaya filsafat terhadap
kemurnian agama. Beliau berkata tegas pada sultan bahwa al Qur'an bukanlah
makhluk, sehingga beliau diseret ke penjara. Beliau berada di penjara selama
tiga periode kekhlifahan yaitu al Makmun, al Mu'tashim dan terakhir al Watsiq.
Setelah al Watsiq tiada, diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan
Imam Ahmad pun dibebaskan.
Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara dan dikucilkan
dari masyarakat, namun berkat keteguhan dan kesabarannya selain mendapat
penghargaan dari sultan juga memperoleh keharuman atas namanya. Ajarannya makin
banyak diikuti orang dan madzabnya tersebar di seputar Irak dan Syam. Tidak
lama kemudian beliau meninggal karena rasa sakit dan luka yang dibawanya dari
penjara semakin parah dan memburuk. Beliau wafat pada 12 Rabi'ul Awwal 241 H
(855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak
menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam. Menurut
sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali
Ibnu Taimiyah dan Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat
atas keduanya. Amin.
0 Comment:
Post a Comment